“Aku suka kamu……”
Itu katamu, setelah hampir satu
bulan kita bertemu.
Aku hanya menganggapmu teman, tak
lebih, karena aku menyukai orang lain.
Tapi, dari semua sikapmu, kamu
berbicara ‘Lihat aku. Aku lenih baik dari dia.’
Takdir, mungkin itu pilihan kata
yang tepat.
Orang yang aku sukai membuatku
kecewa, aku mengeluh, menghela nafas panjang.
Kamu datang, memberi perhatian
lebih padaku, membuat aku melayang dengan kata-kata indah yang kamu ucapkan,
selalu membangunkanku di tengah malam, menyuruhku menemui Sang Pencipta.
Aku wanita, hanya wanita.
Hatiku tersentuh oleh sikapku oleh
sikapku selama ini padaku.
Terkadang, aku menatapmu tanpa
sepengetahuanmu.
Dan, sekumpulan kata-kata terlontar
dari mulutku ‘Aku mulai menyukaimu’.
Detik berjalan, menit terlintas,
jam merangkak, dan hari berlalu
Sikap manismu hilang, entah kemana.
Kamu menjauh, setelah kamu berhasil
membuat aku luluh dan mencintaimu.
Kamu pernah mengatakan satu hal ‘Anggap
saja saya telah menyukai orang lain’
Tak pernah terlintas di pikiranku
bahwa kata-kata yang kamu ucapkan itu benar.
Tapi, kenyataan berbicara lain.
Kamu telah berbicara hal yang sama
pada orang lain ‘Aku suka kamu’.
Serupa dengan apa yang telah kamu katakana
padaku.
Serupa dengan apa yang telah kamu
lakukan padaku.
Aku terdiam, butuh waktu yang lama
untuk percaya dengan semua ini.
Hujan mulai turun, airnya
menggenang di bola mataku, mengalir melewati pipi dan jatuh ke tanah.
Terisak dan berkata ‘Aku akan
melupakanmu’.
Apa yang kamu lakukan sekarang?
Kamu kembali member perhatian lebih
padaku.
Berbicara kata itu lagi “suka”
Bertanya ‘Apa saya tidak boleh
mendekatimu lagi?’
Aku tidak dapat membohongi
perasaanku sendiri, bahwa aku masih menyukaimu.
Dan, kamu berhasil membuatku luluh ‘lagi’.
Waktu berlalu…. Semakin lama…
Kamu kembali menjauh, semakin
menjauh dan sangat jauh.
Aku bingung, apa sebenarnya aku ini
untukmu?
Aku seperti laying-layang yang kamu
pegang talinya, dapat ditarik agar mendekat, dan diulur agar aku menjauh.
Ketika kamu mengulur diriku, kamu
membangun sebuah tembok besar yang keras, sama seperti hatimu yang tidak pernah
mengerti dan tau.
Tapi, kamu juga yang akan
merubuhkan tembok itu, mendekat padaku, hanya ketika api dalam tubuhmu menjadi
penuh!
Dan kamu membutuhkan seseorang
untuk membakarnya bersama-sama.
Hanya ketika itu kamu datang.
Menggunakan aku sebagai bonekamu.
Menggunakan aku hanya untuk
menyalurkan api yang kamu miliki.
Setelah itu…
Aku dibuang dan kamu berkata bahwa
kamu telah kembali pada masa lalumu.
Kamu telah terikat kembali dengan
masa lalumu.
Jadi? Apa aku ini buat kamu?
Saat kutanya, kamu hanya menjawab ‘Saya
suka kamu, tapi tidak menyayangimu’.
Kamu jahat! Itu yang kutahu.
Tapi aku bodoh, sangat bodoh. Mencintai
orang yang telah berkali-kali membuatku menangis.
Hujan itu kembali datang lebih
deras, kelopak mataku tak bisa menahan agar air itu tidak tumpah dan jatuh ke
tanah.
Saat itu, aku termakan oleh amarah
dan keegoisan yang aku pikirkan.
Tapi kini, aku sadar.
Bukankah lebih baik melihat orang
yang kita cinta bahagia bersama dengan orang lain yang dia cinta?
Memang terasa sakit, sangat sakit.
Tapi, lebih baik melihat kamu tetap
tersenyum, meskipun untuk orang lain.
Hari ini,
Kamu menunjukkan wajah gembiramu.
Bukan untukku.
Tapi untuk masa lalumu
0 comments: